Agustus adalah bulan untuk
menggelorakan rasa nasionalisme bangsa Indonesia.Pada bulan ini bangsa
Indonesia memperingati hari kemerdekaannya. Bermacam bentuk kegiatan untuk
memompa rasa nasionalisme diadakan dimana mana. Mulai dari upacara bendera,
baris berbaris,karnaval, pawai budaya, sampai lomba panjat pinang. Semua itu
digelar dari Sabang samapai Merauke dengan penuh antusias. Bendera merah putih
pun berkibar disepanjang jalan, sementara lagu kebangsaan di perdengarkan di
seantero nusantara. Semangat perjuangan para pahlawan kemerdekaan tempo dulu
seolah dinyalakan kembali guna memantik nasionalisme didada para generasi muda.
Dalam kaca mata syariat, pada
dasarnya seluruh kegiatan itu hukumnya boleh boleh saja, asal hokum suatu
perbuatan adalah mubah sampai ada nash yang mengharamkannya. Nasionalisme yang
diartikan sebagai cinta tanah air, sebenarnya secara implisit pernah
diteladankan baginda nabi SAW. Dalam sebuah riwayat hadist disebutkan bahwa saat
diusir dari Mekkah, baginda Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya aku diusir darimu(Mekkah) Sunguh aku tau bahwa engkau
adalah negara yang paling dicintai dan dimuliakan oleh Allah, andai
pendudukmu(Kafir Qurasy) tidak mengusirku darimu, maka aku takkan
meninggalkanmu(Mekkah) ” (Musnad Al Haris, oleh Al Hafidz Al Haitsami
1/460).
Ketika sampai di Madinah beliau
berdoa:
“Ya Allah jadikan kami mencintai
Madinah seperti cinta kami kepada Mekkah, atau melebihi cinta kami kepada
Mekkah ”.HR Al-Bukhari 7/161.
Namun begitu, seyogyanya kegiatan2
Agustusan itu jangan sampai dinodai dengan perbuatan2 kemungkaran, pada waktu
kegiatan baris berbaris misalnya, alangkah bijaknya bila panitia mengatur
jadwal pelaksanaannya dengan baik agar peserta tidak sampai meninggalkan sholat
fardlu. Jangan menganggap hal ini remeh, sebab koskuensinya meninggalkan sholat
fardlu tidaklah ringan. Orang yang meninggalkan sholat fardlu tanpa alasan
syar’I bias dikenakan hukuman mati, sementara yang mengingkari kewajibannya
secara sadar dihukumi kufur. Kenyataannya para panitia dan pelaksana baris
berbaris banyak yang melalaikan ihwal ini . Di antara mereka malah ada yang
berkeyakinan bahwa menunjukan nasionalisme itu lebih penting daripada sholat 5
waktu, Naudzubillah! Justru kufur terhadap nikmat kemerdekaan seperti itu yang
merusak nasionalisme.
Kemungkaran juga musti ditiadakan
dalam melaksanakan pawai budaya. Tidak asing bagi kita bahwa pawai budaya untuk
menyemarakan Agustusan biasanya di isi dengan kemungkaran berupa mengumbar
aurat kaum hawa. Dengan pakaian minim para wanita berlenggak lenggok dijalan
sembari ditonton khalayak ramai. Kegiatan semacam ini justru berseberangan
dengan ajaran Islam dan nilai nilai luhur para pejuang Indonesia. Allah SWT
berfirman :
“katakanlah pada wanita yang beriman,Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakan
perhiasannya, kecuali yang(biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakan perhiasannya,
kecuali pada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putera2
meraka atau putera2 suami mereka atau saudara2 laki laki mereka atau putera2
saudara laki laki mereka atau putera2 saudara perempuan mereka atau wanita2
Islam atau budak budak yang mereka miliki atau pelayan2 laki laki yang tidak
mempunyai keinginan(terhadap wanita) atau anak anak yang belum mengerti tentang
aurat wanita. Dan janganlah memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan . dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang
orang yang beriman supaya kamu beruntung ”[QS An Nur 24:31].
Ada lagi kemungkaran lain yang
sangat riskan meracuni akhlak generasi muda bangsa, yakni menampilkan pria pria
banci. Biasanya panitia sengaja menampilkan para waria demi menghidupkan
suasana perayaan. Sungguh disayangkan,mereka tak menyadari bahwa acara itu
ditonton anak anak, yang secara fitrah akan mudah meniru apa yang
disaksikannya. Tak dapat dibayangkan apabila anak anak kita menjadi bangsa
waria yang sangat menjijikan. Lewat berita berita televisi dan internet, kita
sudah sering menyaksikan betapa keji dan bejatnya kaum waria ini. Mereka juga
pemicu musibah2 besar dimasa lampau.
Berbaurnya kaum lelaki dan
perempuan yang bukan mahramnya juga menjadi adat yang sudah lazim dalam acara
Agustusan. Alangkah elegannya apabila panitia Agustusan mengatur kegiatan
dengan bijak agar kaum lelaki dan perempuan tidak bercampur. Ihtilath ini memiliki resiko yang tidak kecil. Selain
mengundang dosa, pembauran ini juga riskan menimbulkan pelecehan seksual,
interaksi laki laki perempuan bukan mahram yang bias memicu perzinahan dan
sebagainya. Pada akhirnya panitia jugalah yang mendapatkan imbas dari dosa dosa
itu. Baginda Nabi SAW bersabda:
“Barang siapa membuat hal hal baru yang baik dalam Islam , maka baginya
pahalanya dan orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari
pahalanya. Dan barang siapa membuat hal hal yang buruk dalam Islam, maka
baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun
dari dosanya ”.
Perlombaan di acara agustusan
juga tidak jarang melahirkan kemungkaran berupa perjudian. Sudah menjadi
pemandangan umum bahwa perlombaan yang menjadi favorit di bulan Agustus adalah
turnamen sepakbola. Ajang ini menjadi target antar bandar judi Karena dianggap
paling ramai dan menguntungkan.Oleh karenanya,sebisa mungkin para panitia
menetralisir perlombaan Agustusan dari ajang taruhan dan judi. Syarat syarat
perlombaan harus disesuaikan dengan aturan Fiqih agar tidak terjerumus kedalam
perjudian. Sayangkan kalua perlombaan yang mestinya menyenangkan ternyata hanya
berbuah dosa? Niatnya bersyukur tetapi jadinya berbuat kufur.
Sejatinya Nasionalisme itu bagus
dan Islam tidak pernah berupaya memberangus nasionalisme dari para aktivisnya.
Hanya saja, nasionalisme harus ditakar dengan syariat Islam, bukan sebaliknya.
Dalam konteks nusantara , kita mendapati fakta sejarah bahwa betapa elegannya
Islam memperelok nasionalisme kaum pribumi. Sejak pertama kali dating, Islam
memperindah kebudayaan masyarakat nusantara dengan nilai nilai luhurnya.
Masyarakat yang nyaris telanjang dibimbing menutup aurat dengan mengenakan
pakaian khas local. Kidung kidung mistis kejawen yang bernadakan pemujaan
kepada roh roh halus di ganti dengan puja puji kepada Allah SWT dan bagunda
Nabi SAW. Adat judi dan sabung ayam pada upacara kematian diganti dengan
tahlilan yang berisikan doa doa. Inilah Nasionalisme yang seirama dengan nafas
Islam.
Tatkala bumi Indonesia dijajah oleh
Belanda dan Jepang, para ulama mengorbankan semangat jihad sebagai wujud
nasionalisme yang Islami. Bersama sama mereka berjuang mengusir penjajah
lantaran mereka adalah orang orang kafir yang akan membawa kerusakan moral dan
akidah. Kita harus senantiasa mengenang resolusi jihad yang di keluarkan Kiai
Hasyim Asyari dan pekik takbir Bung Tomo yang membakar semangat juang para
pemuda waktu itu. Masih banyak lagi contoh perjuangan para ulama di berbagai
daerah dalam rangka kemerdekaan nusantara. Itulah wujud nyata nasionalisme
sebenarnya.
Sayangnya belakangan ini
nasionalisme disalah-gunakan oleh kelompok liberal. Mereka memakai jargon
nasionalisme untuk menjauhkan kaum muslimin dari ajaran Islam secara pelan
pelan. Dengan alasan nasionalisme mereka mengajak muslimat meninggalkan jilbab
yang mereka tuding sebagai budaya Arab. Mereka juga menghasut umat untuk
menghindari pemakaian istilah Arab dalam keseharian. Mereka agaknya lupa dengan
kedatangan Islam, kebudayaan Arab telah berasimilasi secara sempurna dengan budaya
nusantara. Islam lebih membumi di tanah air ini Karena memiliki keserasian
dengan kultur dasar penduduk pribumi yang santun dan lemah lembut, sama dengan
masyarakat Madinah waktu Baginda Nabi SAW berhijrah.
Anehnya, orang orang ini malah
mempromosikan budaya barat kepada masyarakat. Kaum liberal mengkampanyekan
perkawinan sejenis yang mereka impor dari barat, padahal gaya hidup seperti itu
sangat jauh dari moral yang diturunkan nenek moyang kita. Sejak dahulu
masyarakat Indonesia memiliki standart moral yang tinggi sehingga Islam dengan
mudah diterima.
Umat Islam adalah insan insan
yang paling nasionalis di negeri ini. Mereka mencintai tanah air seperti yang
dicontohkan Baginda Nabi SAW. Berita dan opini di media liberal yang seolah
memisahkan Islam dari nasionalisme adalah upaya busuk mereka yang harus kita
bendug. Mereka hendak memasukan budaya barat yang jauh dari nilai nilai luhur
bangsa kepada pikiran generasi muda Indonesia. Oleh karenanya, Islam dan
nasionalisme harus lebih kita kokohkan demi membendung semua upaya itu.
0 comments:
Post a Comment